Sir Thomas Stamford Raffles
Bendara Pangeran Harya Natakusuma, lahir pada 21
Maret 1764 (versi lain 1760) di Yogyakarta. Ia adalah putera ketiga
Hamengkubuwono I dan Raden Ayu Srenggara, seorang selir yang berasal dari desa
Karangnangka.
Sebagai salah satu pangeran terkemuka, Pangeran
Natakusuma memang dianugerahi kepandaian dan ketekunan dalam belajar. Kecerdasan
ini ternyata seringkali justru memberikan keadaan sang pangeran menjadi
terancam karena banyak pihak yang merasa terancam dengan kehadiran Pangeran
yang jujur ini.
Kiprah BPH Natakusuma dalam kancah politik telah
dilakukan ketika masih muda. Sekitar 1780 ia mendapat gelar Bendara Pangeran
Harya (disingkat BPH), sebuah gelar pejabat senior di Kasultanan Yogyakarta.
Putra Raden Ayu Srenggara ini sangat dekat hubungannya dengan Pangeran Adipati
Anom (gelar putra mahkota) yang kelak menjadi Hamengkubuwana II.
Pada masa pemerintahan Hamengkubuwana II timbul
intrik-intrik istana yang disulut oleh Patih Danureja II (semacam Sekretaris
Negara) dan Van Braam, minister untuk Surakarta. Pertentangan antara Sultan HB
II dan Patihnya membawa banyak sekali akibat. Hubungan antara Hamengkubuwana II
dan Pangeran Adipati Anom yang kelak menjadi Hamengkubuwana III tidak harmonis.
Untuk meredam ambisi Danureja II, Sultan mengangkat RT Natadiningrat (kelak
menjadi Paku Alam II) menjadi sekretaris istana dan menyerahkan hampir semua
urusan Sekretariat Negara padanya. Hal ini semakin memperuncing keadaan yang
ada.
Dengan sedikit intrik, Danureja II berhasil
memancing pemberontakan Bupati Madiun, Raden Rangga. BPH Natakusuma dan
terutama putranya RT Natadiningrat ikut terseret dan dituduh mendalangi
pemberontakan. Berkat laporan keliru yang dibuat Danureja II dan van Braam,
Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Belanda-Perancis di Batavia,
memerintahkan pembebasan tugas RT Natadiningrat dari sekretaris istana.
Selanjutnya Daendels meminta Hamengkubuwana II
untuk menyerahkan Natakusuma dan Natadiningrat ke Semarang. Akhirnya Natakusuma
dan Natadiningrat diberangkatkan ke Semarang dan ditawan disana. Kemudian kedua
tawanan dibawa ke Tegal dan selanjutnya ke Cirebon, dimana terjadi upaya
pembunuhan terhadap mereka, namun gagal. Setelah dari Cirebon, Natakusuma dan
Natadiningrat dipindahkan ke Batavia. Pada saat yang sama, dengan perundingan
dan kekuatan 7000 pasukan Belanda-Perancis, Hamengkubuwana II dimakzulkan paksa
dari tahtanya. Sebagai pengganti diangkatlah Pangeran Adipati Anom sebagai
Hamengkubuwana III.
Di Batavia ternyata juga terjadi kejadian yang tak
terduga. Daendels dicopot dari jabatannya dan digantikan oleh Gubernur Jenderal
Jan Willem Janssens. Gubernur Jenderal yang baru ini berusaha memulihkan
keadaan dengan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dilakukan pendahulunya.
Natakusuma dan Natadiningrat tidak lagi diperlakukan sebagai tawanan kriminal.
Namun ia berdua tetap belum diperbolehkan kembali ke Kesultanan Yogyakarta.
Pada jeda waktu yang tak terlalu lama terdengar
berita Bala Tentara Pemerintah Kerajaan Inggris mulai masuk perairan Laut Jawa.
BPH Natakusuma dan RT Natadiningrat diminta ke Bogor dan diserahkan pada adik
Sekretaris Jendral Belanda- Perancis. Setelah tentara Belanda-Perancis kalah di
Batavia dan Meester Cornelis (sekarang kawasan Jatinegara) serta pasukan
Kerajaan Inggris menuju Bogor, Kedua bangsawan Yogyakarta dipindahkan ke
Semarang dan akhirnya ke Surabaya.
Raffles memang terobsesi dengan penguasaan Jawa
Di Surabaya, Natakusuma ditemui Pejabat Kerajaan Inggris.
Pemerintah Kerajaan Inggris tertarik dengan kasus pengasingannya. Setelah
proses penyelidikan akhirnya Raad van Indie berpendapat kedua bangsawan
tersebut hanya merupakan korban kelicikan intrik-intrik pejabat
Belanda-Perancis. Inggris berpendapat bahwa BPH Natakusuma adalah orang yang
tepat untuk melunakkan Hamengkubuwana II yang menentang Inggris. Kemudian ia
diminta Gubernur Jawa di Semarang untuk tinggal di kota tersebut.
Cerita selanjutnya banyak disebutkan dalam buku
buku Sejarah, bagaimana sang pangeran berupaya membujuk Sultan sepuh agar tak
lagi terjadi peperangan yang akan menguras darah rakyat, bagaimana Natakusuma
berusaha memediasi dan menjernihkan keadaan antara Sultan dan Pangeran raja,
namun sultan tetap berkeras hati sehingga Thomas Stamford Raffles menyerang
keraton dan akhirnya mengalahkan sultan sepuh kemudian mengangkat Pangeran Raja
kembali menjadi sultan dan menjadikan Natakusuma pangeran Mardika dengan gelar
Paku alam I dan diberikan tanah kekuasaan seluas 4000 cacah dan kewajiban
membina 100 orang pasukan dragonders.
Yang tak banyak disebutkan oleh buku buku Sejarah adalah,
bagaimana Raffles sebagai Letnan Gubernur Inggris, mengagumi pengetahuan
Natakusuma dan kecerdasan dan kejernihan pemikiran beliau. Raffles
memperlakukan sang pangeran sebagai salah satu sumber pengetahuan Sejarah jawa
yang diperlukannya dalam menguasai jawa. Saat Inggris menguasai keraton
Yogyakarta, perampokan besar besaran dilakukan Raffles atas Keraton Yogyakarta,
termasuk naskah naskah dan pustaka kerajaan pun dibawa Raffles, namun salah
satu buku yang ditulis oleh Natakusuma kemudian oleh Raffles dikembalikan
kepada sang pangeran.
Raffles mengagumi kecerdasan Pangeran Natakusuma
Selagi bertugas di Jawa, Raffles dibantu beragam
pihak dengan berbagai latar belakang memasok bahan baku karyanya. Penerjemah
pribumi bekerja keras menerjemahkan naskah jarahan dan salinan prasasti
(absklat), kemudian secara rutin dikirim kepada Panembahan Sumenep, Madura,
ahli bahasa kuna dan sejarah Jawa, untuk diteliti lebih lanjut.
Tak terhitung peran Natakusuma, Paku Alam I, selain
membantu Raffles memahami peta politik di keraton Jawa, dia pun turut
menerjemahkan beberapa teks Jawa dan Pegon. Di Buitenzorg (Bogor), Kiai Adipati
Suria Adimenggala, bupati Semarang, serta kedua putranya, Raden Saleh (bukan
pelukis) dan Raden Sukur, berkemampuan bahasa Inggris mumpuni lantaran pernah
mencicipi studi di Kalkuta (1814-1815), membantu menerjemahkan babad.
Kumpulan naskah-naskah Melayu, Jawa, dan Arab
koleksi orientalis Belanda serta hasil penelitian mereka tentang koleksi
tersebut, terutama manuskrip JA van Middelkoop, menjadi tulang punggung cerita
sejarah Jawa untuk The History of Java.
Raffles juga memaanfaatkan hasil investigasi, etsa,
deskripsi HC Cornelius bersama para asisten mengenai reruntuhan candi
Borobudur, Sewu, dan Prambanan.
Laporan investigasi awal Cornelius mengenai
Prambanan, dan masih diperkaya dengan catatan investigasi lanjutan Kepala Korps
Zeni Pasukan Inggris, Kolonel Colin Mackenzie pun ikut menyumbang keluasan
detil The History of Java.
Mackenzie bersama Johan Knops, kerabatnya
berkebangsaan Belanda, dan juru gambar Inggris, John Newman disusul kemudian
salah satu Kapten Resimen Benggala, George Baker, memberi sumbangan etsa dan
catatan menarik Candi dan patung Lara Jonggrang.
Di lain sisi, Dr. Thomas Horsfield, seorang
naturlis Amerika, menggelontorkan bahan-bahan fantastis tentang studi ‘materia
medica’ berupa bahan-bahan obat, botani, geologi, dan lebih jauh studi natural
history serta zoologi kepada Raffles.
Dari berlimpah sumber, Raffles kemudian
mengompilasi seluruhnya di meja kerjanya dengan bantuan sepupunya, Thomas. Pada
tahun baru 1817, Raffles mengirim lembaran hasil kerjanya untuk dicetak tiap
pagi hari, serta mengoreksi naskah hingga larut malam.
Pada 29 Mei 1817, Raffles berhasil membuat
publikasi The History of Java di London. Berjumlah tiga jilid, berupa jilid I
dan II berisi teks, sedangkan jilid III memuat ilustrasi monokrom dan warna.
Dan salah satu yang berperan besar akan tersusunnya buku yang diakui sebagai
karya komprehensif mengenai Jawa ini adalah Pangeran Natakusuma, sang Adipati
Paku Alam I.
Sekelumit kisah Pangeran Natakusuma ini menjadi
salah satu materi educational board di History of Java Museum. Sebuah museum
baru di Yogyakarta, yang mengkhususkan pada kesejarahan di pulau jawa, terutama
di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Museum berbentuk Piramid yang terletak di Jl.
Parangtritis KM 5,5 ini memang tak hanya diisi dengan atrefak saja, namun juga
educational board yang disusun secara kronikal, sehingga mempermudah pengunjung
untuk mengetahui secara lebih runut perkembangan Sejarah pulau jawa.
Untuk memuaskan pengunjung dan memuaskan pengunjung
agar dapat ikut merasakan secara lebih mengenai kesejarahan pulau Jawa, History
of Java museum ini juga melengkapi fasilitasnya dengan area diorama 4D di mana
pengunjung bisa berswafoto dan kembali ke masa silam, ataupun menikmati Cinema
4D yang cukup spektakuler. Selain itu, di bagian belakang museum juga disiapkan
food court dan panggung budaya yang menggelar pertunjukan pertunjukan baik
secara regular maupun incidental.
Bahkan bagi pelajar, dari TK, hingga SMA, bila
dibutuhkan pengelola menyediakan Lembar Kerja Siswa yang diberikan sesuai
kurikulum pelajaran kesejarahan yang berlaku tiap tingkatan pelajar, sehingga
mempermudah pemberian materi Sejarah oleh para pengajar.
Jadi, History of Java Museum bisa jadi merupakan
obyek yang wajib dikunjungi bila anda berada di Jogja, terutama untuk rombongan
pelajar yang tengah berdarmawisata sambil belajar.
Comments
Post a Comment